Kiriman Member : Irma Rahmah
Malam itu begitu acuh taacuh, dikala suara angin semakin mendesir, dikala bulan mulai tegak bersinar. Aku duduk sendiri sembari memandangi ombak dan mencicipi sunyinya pantai ini. Entah kenapa malam ini perasaan ku menjadi tidak karuan, segala hal yg semestinya dapat ku lupakan malah membayangi fikiranku. Barah ini usang-usang mulai redup, satu-satunya sumber cahaya dan penghangatku, aku iri dengan mereka, ya teman-temanku yang sedang tidur dengan nikmatnya. Sesaat pandanganku tertuju kearah tenda putri, tampaksebuah cahaya dari dalam tenda itu, tampaknya ada seseorang yang belum tidur.
"eh..ngapaen diluar malem-malem gini? Nggak tidur?" ucap seorang perempuan cantik berjulukan Sinta keluar dari dalam tenda itu.
"aku nggak bisa tidur, tuh gara-gara suara ngoroknya Doni" hahaha..!!! jawabku dengan godaan.
"Lha kmu sendiri kenapa gak tidur"..!! lanjutku.
"saya juga nggak bisa tidur, ne kan malem terakhir kita kemping, yaa saya pengen mencicipinya ja"..!!! ucap Sinta sambil duduk merapat disampingku.
Tak heran banyak laki-laki dikampus yang mengemis cinta Sinta, parasnya yg anggun terlihat binar oleh cahaya api ini. Sinta memang pernah menjadi pacarku periode kami masih semester 2 dahulu, walaupun cuma berlangsung setahun dengannya. Salahku memang alasannya dulu sudah menyia-nyiakannya, sekarang telah 2 tahun sejak saya putus dengan Sinta dan kitapun sudah melewatkan segala ingatan itu.
Kita pun ngobrol sana-sini dan saling mentertawakan hal-hal yg pernah kita alami. Karena udara kian cuek, saya memerintahkan Sinta masuk kembali ketenda, ia pun paham apa maksudku. Akhinya aku sendiri lagi "pikirku dengan nada lesu". Kaki ini lama-usang semakin gatal bagi tidak bergerak, berbekal senter saya berlangsung-jalan dipingiran pantai menikmati segala situasi yg ada.
Meskipun sinar bulan tak cukup jelas namun keindahan pantai ini cukup kelihatan, namun juga tidak mampu ku pungkiri aura mistis disini sangat terasa, bahkan dibalik keindahan pantai ini beberapa cerita angker kerap menggangu wistawan yang ingin berlibur kesini.
Malam ini tampaknya berlainan dengan malam pertama kemarin, entah apa yang membuat beda saya pun juga tak tahu, cuma perasaan asing yg sering kala muncul. Aku selalu berjalan sambil memandangi sekitar, sesekali saya melempar bebatuan kelaut.
Sampai pada balasannya aku mendengar bunyi tangisan perempuan, sama-samar memang bunyi itu. Ku tentukan indera pendengaran ini tak salah dengar, ku langkahkan kaki ini mencari tau yang berasal suara itu, kian terang bunyi itu kemudian akhirnya aku berhenti sebab yang berasal bunyi itu ternyata dari balik pohon yang ada dipingiran hutan.
Hawa hambar semakin kencang menerpa badan ini, jaket yang ku pakai ternyata tak cukup buat melindungiku. Aku akan berfikir wacana tindakan yg mau ku lakukan serta hasilnya, saya tau bunyi itu niscaya bukan bunyi insan, asing jika ada wanita malem-malem seperti ini berada ditempat mirip itu.
Aku takut tapi aku juga ingin tau, alhasil aku memberanikan diri untuk mencari tau suara itu, jantung ini makin dipompa dengan kerasnya dengan langkah sedikit gemetar perlahan ku dekati pohon besar itu. Suara tangisan itu makin keras, tangan ku gemetar jago saat mulai menelisik ranting dan dedaunan pohon-pohon itu, suara tangisan itu tiba-tiba berhenti dan dengan langsung ku singkap ranting dan dedaunan pohon itu kemudian....
"wwwuuuuuuusssssssshhhhh" hembusan angin cukup kencang menerpaku hingga aku terjatuh kebelakang, saya segera berdiri dan ku arahkan senterku kesana-sini mencari tau apa yang sebenarnya terjadi, alasannya ketakuatan akhirnya aku berlari meninggalkan tempat itu tapi gres beberpa langkah aku terjatuh kembali alasannya kaki ku tersangkut akar pepohonan, aku bangun dan berlari sempoyongan menuju tenda.
Karena kekurangan nafas saya pun berhenti, berlari dipasir memang tak semudah berlari ditanah, tubuhku menjadi panas, jantung ini berdebar-debar dan keringat disana-sani. Aku berjalan menuju tenda yg memang telah akrab, kaki ini begitu lemas kalau mesti ku pakasakan bagi berlari. Ternyata Sinta melakukan duduk didekat perapian tepat dimana kami tadi ngobrol, aku membersihakan jaket serta mengusap keringat yg membasahi wajahku sebab saya tidak ingin Sinta curiga. Ku atur nafas ini, sebelum menyapanya.
"Lho kok diluar lagi Sin"?? "nggak acuh taacuh apa"?! Tanyaku sambil berjalan menghampirinya.
Namun Sinta hanya diam saja dan kepalanya menunduk, saya tak dapat dengan terperinci melihat wajahnya alasannya apinya telah sangat kecil serta dia juga mengenakan krudung kepala yang ada pada jaketnya. Kemudian saya duduk merapat disampingnya.
"Kok diem aja Sin"?? "kamu murka ya sama aku"?? tanya ku dengan nada heran.
"sorry deh kalau aku milik salah"..!!! lanjutku sarat rayu.
Sinta masih tetap saja membisu bergerakpun juga tak, perasaanku mulai terasa gila, sampai pada risikonya suara tangisan perempuan itu terdengar kembali tapi kali ini bunyi itu begitu keras dan terperinci. Aku langsung bangun dari duduk ku akan memandang kesana-kemari mencari tau sumber bunyi dan sesaat jantungku kembali berdetak kencang mendengarnya.
"Sin kamu denger nggak suara wanita nanggis, kayaknya dari arah sana" kata ku sambil menunjuk asal bunyi itu. Namun datang-datang suara itu berhenti, aku masih berupaya memperhatikan arah suara tadi dan mengarahkan senterku kesekeliling. "nggak usah takut Sin, suaranya sudah nggak aaad"..!!! belum sempat ku lanjutkan kata-kataku, betapa terkejutnya aku mendengar suara tangisan perempuan tadi seperti berada sempurna dibelakangku. Tubuh ini menjadi tegang dan kaku, nafasku pun sontak akan tidak terencana.
"Sin jangan bercanda deh, nggak lucu tau"..!!! kata ku dengan posisi masih bangun membelakangi Sinta. Namun suara tangisan wanita itu masih tetap saja terdengar, ku ambil nafas dalam-dalam secara perlahan ku gerakan kepalaku melihat kebelakang dan ternyata Sinta sudah bermetamorfosis sosok wanita berambut panjang dan berbaju putih dengan bercak-bercak darah disana-sini serta kepalanya tertunduk sambil menangis. Badanku gemetar tak karuan, mataku terbelalak melihat sosok itu "Kkkkuukkuukuunntii"..!!! Seketika semua manjadi gelap.
Saat saya bangkit, saya telah berada dirumah warga serta ku lihat ekpresi teman-temanku yg tampakkhawtir dan dalam fikiran mereka niscaya timbul banyak sekali pertanyaan tentang apa yang sebanarya terjadi. Kepalaku terasa berat, serta badan ini yang masih lemas, sedikit-sedikit saya akan ingat peristiwa semalam.
Akhirnya aku menjelaskan apa yang saya alami, teman-temanku seluruh kaget, alasannya mereka tadi malam memang tidak mendengar bunyi apapun bahkan Sinta juga kelihatan seperti tidak yakin kalau sosok wanita itu menyamar menjadi dirinya. Akhirnya pagi itu juga kalian menetapkan bagi segera pulang, padahal planning awal kami akan pulang pada sore harinya.
Ternyata Kisah-kisah misteri seputar pantai ini memang benar adanya alasannya saya sudah
mengalaminya sendiri.
Malam itu begitu acuh taacuh, dikala suara angin semakin mendesir, dikala bulan mulai tegak bersinar. Aku duduk sendiri sembari memandangi ombak dan mencicipi sunyinya pantai ini. Entah kenapa malam ini perasaan ku menjadi tidak karuan, segala hal yg semestinya dapat ku lupakan malah membayangi fikiranku. Barah ini usang-usang mulai redup, satu-satunya sumber cahaya dan penghangatku, aku iri dengan mereka, ya teman-temanku yang sedang tidur dengan nikmatnya. Sesaat pandanganku tertuju kearah tenda putri, tampaksebuah cahaya dari dalam tenda itu, tampaknya ada seseorang yang belum tidur.
"eh..ngapaen diluar malem-malem gini? Nggak tidur?" ucap seorang perempuan cantik berjulukan Sinta keluar dari dalam tenda itu.
"aku nggak bisa tidur, tuh gara-gara suara ngoroknya Doni" hahaha..!!! jawabku dengan godaan.
"Lha kmu sendiri kenapa gak tidur"..!! lanjutku.
"saya juga nggak bisa tidur, ne kan malem terakhir kita kemping, yaa saya pengen mencicipinya ja"..!!! ucap Sinta sambil duduk merapat disampingku.
Tak heran banyak laki-laki dikampus yang mengemis cinta Sinta, parasnya yg anggun terlihat binar oleh cahaya api ini. Sinta memang pernah menjadi pacarku periode kami masih semester 2 dahulu, walaupun cuma berlangsung setahun dengannya. Salahku memang alasannya dulu sudah menyia-nyiakannya, sekarang telah 2 tahun sejak saya putus dengan Sinta dan kitapun sudah melewatkan segala ingatan itu.
Kita pun ngobrol sana-sini dan saling mentertawakan hal-hal yg pernah kita alami. Karena udara kian cuek, saya memerintahkan Sinta masuk kembali ketenda, ia pun paham apa maksudku. Akhinya aku sendiri lagi "pikirku dengan nada lesu". Kaki ini lama-usang semakin gatal bagi tidak bergerak, berbekal senter saya berlangsung-jalan dipingiran pantai menikmati segala situasi yg ada.
Meskipun sinar bulan tak cukup jelas namun keindahan pantai ini cukup kelihatan, namun juga tidak mampu ku pungkiri aura mistis disini sangat terasa, bahkan dibalik keindahan pantai ini beberapa cerita angker kerap menggangu wistawan yang ingin berlibur kesini.
Malam ini tampaknya berlainan dengan malam pertama kemarin, entah apa yang membuat beda saya pun juga tak tahu, cuma perasaan asing yg sering kala muncul. Aku selalu berjalan sambil memandangi sekitar, sesekali saya melempar bebatuan kelaut.
Sampai pada balasannya aku mendengar bunyi tangisan perempuan, sama-samar memang bunyi itu. Ku tentukan indera pendengaran ini tak salah dengar, ku langkahkan kaki ini mencari tau yang berasal suara itu, kian terang bunyi itu kemudian akhirnya aku berhenti sebab yang berasal bunyi itu ternyata dari balik pohon yang ada dipingiran hutan.
Hawa hambar semakin kencang menerpa badan ini, jaket yang ku pakai ternyata tak cukup buat melindungiku. Aku akan berfikir wacana tindakan yg mau ku lakukan serta hasilnya, saya tau bunyi itu niscaya bukan bunyi insan, asing jika ada wanita malem-malem seperti ini berada ditempat mirip itu.
Aku takut tapi aku juga ingin tau, alhasil aku memberanikan diri untuk mencari tau suara itu, jantung ini makin dipompa dengan kerasnya dengan langkah sedikit gemetar perlahan ku dekati pohon besar itu. Suara tangisan itu makin keras, tangan ku gemetar jago saat mulai menelisik ranting dan dedaunan pohon-pohon itu, suara tangisan itu tiba-tiba berhenti dan dengan langsung ku singkap ranting dan dedaunan pohon itu kemudian....
"wwwuuuuuuusssssssshhhhh" hembusan angin cukup kencang menerpaku hingga aku terjatuh kebelakang, saya segera berdiri dan ku arahkan senterku kesana-sini mencari tau apa yang sebenarnya terjadi, alasannya ketakuatan akhirnya aku berlari meninggalkan tempat itu tapi gres beberpa langkah aku terjatuh kembali alasannya kaki ku tersangkut akar pepohonan, aku bangun dan berlari sempoyongan menuju tenda.
Karena kekurangan nafas saya pun berhenti, berlari dipasir memang tak semudah berlari ditanah, tubuhku menjadi panas, jantung ini berdebar-debar dan keringat disana-sani. Aku berjalan menuju tenda yg memang telah akrab, kaki ini begitu lemas kalau mesti ku pakasakan bagi berlari. Ternyata Sinta melakukan duduk didekat perapian tepat dimana kami tadi ngobrol, aku membersihakan jaket serta mengusap keringat yg membasahi wajahku sebab saya tidak ingin Sinta curiga. Ku atur nafas ini, sebelum menyapanya.
"Lho kok diluar lagi Sin"?? "nggak acuh taacuh apa"?! Tanyaku sambil berjalan menghampirinya.
Namun Sinta hanya diam saja dan kepalanya menunduk, saya tak dapat dengan terperinci melihat wajahnya alasannya apinya telah sangat kecil serta dia juga mengenakan krudung kepala yang ada pada jaketnya. Kemudian saya duduk merapat disampingnya.
"Kok diem aja Sin"?? "kamu murka ya sama aku"?? tanya ku dengan nada heran.
"sorry deh kalau aku milik salah"..!!! lanjutku sarat rayu.
Sinta masih tetap saja membisu bergerakpun juga tak, perasaanku mulai terasa gila, sampai pada risikonya suara tangisan perempuan itu terdengar kembali tapi kali ini bunyi itu begitu keras dan terperinci. Aku langsung bangun dari duduk ku akan memandang kesana-kemari mencari tau sumber bunyi dan sesaat jantungku kembali berdetak kencang mendengarnya.
"Sin kamu denger nggak suara wanita nanggis, kayaknya dari arah sana" kata ku sambil menunjuk asal bunyi itu. Namun datang-datang suara itu berhenti, aku masih berupaya memperhatikan arah suara tadi dan mengarahkan senterku kesekeliling. "nggak usah takut Sin, suaranya sudah nggak aaad"..!!! belum sempat ku lanjutkan kata-kataku, betapa terkejutnya aku mendengar suara tangisan perempuan tadi seperti berada sempurna dibelakangku. Tubuh ini menjadi tegang dan kaku, nafasku pun sontak akan tidak terencana.
"Sin jangan bercanda deh, nggak lucu tau"..!!! kata ku dengan posisi masih bangun membelakangi Sinta. Namun suara tangisan wanita itu masih tetap saja terdengar, ku ambil nafas dalam-dalam secara perlahan ku gerakan kepalaku melihat kebelakang dan ternyata Sinta sudah bermetamorfosis sosok wanita berambut panjang dan berbaju putih dengan bercak-bercak darah disana-sini serta kepalanya tertunduk sambil menangis. Badanku gemetar tak karuan, mataku terbelalak melihat sosok itu "Kkkkuukkuukuunntii"..!!! Seketika semua manjadi gelap.
Saat saya bangkit, saya telah berada dirumah warga serta ku lihat ekpresi teman-temanku yg tampakkhawtir dan dalam fikiran mereka niscaya timbul banyak sekali pertanyaan tentang apa yang sebanarya terjadi. Kepalaku terasa berat, serta badan ini yang masih lemas, sedikit-sedikit saya akan ingat peristiwa semalam.
Akhirnya aku menjelaskan apa yang saya alami, teman-temanku seluruh kaget, alasannya mereka tadi malam memang tidak mendengar bunyi apapun bahkan Sinta juga kelihatan seperti tidak yakin kalau sosok wanita itu menyamar menjadi dirinya. Akhirnya pagi itu juga kalian menetapkan bagi segera pulang, padahal planning awal kami akan pulang pada sore harinya.
Ternyata Kisah-kisah misteri seputar pantai ini memang benar adanya alasannya saya sudah
mengalaminya sendiri.
Posting Komentar