Kiriman dari : Rezzy Faisal Amry
Sebuah cerita untuk dijadikan pengalaman selaku pelajaran.
Sebagai orang renta kalian layak juga menghalangi tindakan pasangan untuk menghantam sang buah hati. Khususnya pada bawah umur yang masih kecil dan tak tahu apa-apa. Mengajar dengan cara menghantam bukanlah cara terbaik.
Begini cerita nyatanya:
Sepasang suami isteri mirip pasangan lain di kota-kota besar meninggalkan anak-anak bagi diasuh pembantu rumah ketika mereka bekerja. Anak tunggal pasangan ini, perempuan berusia tiga setengah tahun. Sendirian di rumah, dia kadang dibiarkan pembantunya yg sibuk bekerja.
Dia bermain diluar rumah. Dia bermain ayunan, berayun-ayun di atas ayunan yg dibeli papanya, ataupun memetik bunga matahari, bunga kertas dan lain-yg yang lain di halaman rumahnya.
Suatu hari beliau menyaksikan sebatang paku karat. Dia pun mencoret semen daerah kendaraan beroda empat ayahnya diparkirkan namun sebab lantainya terbuat dari marmer, coretan tidak terlihat. Dicobanya pada kendaraan beroda empat baru ayahnya. Ya alasannya adalah kendaraan beroda empat itu bewarna gelap, coretannya tampak terang. Apa lagi kanak-kanak ini pun menciptakan coretan sesuai dengan kreativitasnya.
Hari itu bapak dan ibunya mengendarai motor ke daerah kerja alasannya adalah jalan macet. Setelah sang anak mencoret penuh segi yang sebelah kanan beliau beralih ke sebelah kiri kendaraan beroda empat. Dibuatnya gambar ibu dan ayahnya, gambarnya sendiri, lukisan ayam, kucing dan yang yang lain sebagainya mengikuti imajinasinya. Kejadian itu berlangsung tanpa disadari si pembantu rumah.
Pulang petang itu, terkejutlah ayah ibunya menyaksikan mobil yang gres setahun dibeli dengan angsuran. Si bapak yg belum lagi masuk ke rumah ini pun terus menjerit, "Kerjaan siapa ini" Pembantu rumah yang tersentak dengan jeritan itu berlari keluar. Dia juga beristighfar. Mukanya merah padam ketakutan lebih-lebih melihat muka bengis tuannya.
Sekali lagi diajukan pertanyaan keras kepadanya, dia terus menyampaikan? "Tak tahu"!
"Kamu dirumah sepanjang hari, apa saja yg kau lakukan? bentak si isteri lagi. Si anak yang mendengar suara ayahnya, datang-tiba berlari keluar dari kamarnya. Dengan sarat manja ia berkata "Ita yg membuat itu papa" bagus kan! katanya sambil memeluk papanya ingin bermanja mirip biasa. Si ayah yang hilang kesabaran mengambil sebatang ranting kecil dari pohon bunga raya di depannya, terus dipukulkannya berkali-kali ke telapak tangan anaknya.
Si anak yang tidak mengerti apa-apa terlolong-lolong kesakitan sekaligus cemas. Puas menghantam telapak tangan, si ayah memukul pula belakang tangan anaknya. Si ibu cuma mendiamkan saja, seolah merestui dan merasa puas dengan eksekusi yang dikenakan. Pembantu rumah terbengong, tidak tahu mesti berbuat apa? Si bapak cukup keras memukul-mukul ajudan dan kemudian tangan kiri anaknya.
Setelah si bapak masuk ke tempat tinggal dituruti si ibu, pembantu rumah menggendong anak kecil itu, membawanya ke kamar. Dilihatnya telapak tangan dan belakang tangan si anak kecil luka-luka dan berdarah. Pembantu rumah memandikan anak kecil itu. Sambil menyiram air sambil ia ikut menangis. Anak kecil itu juga terjerit-jerit menahan kepedihan ketika luka-lukanya itu terkena air. Si pembantu rumah kemudian menidurkan anak kecil itu. Si bapak sengaja membiarkan anak itu tidur bareng pembantu rumah.
Keesokkan harinya, kedua belah tangan si anak bisul. Pembantu rumah mengadu. "Oleskan obat saja!" jawab tuannya, bapak si anak. Pulang dari kerja, beliau tidak mengamati anak kecil itu yg menghabiskan waktu di kamar pembantu. Si bapak konon mau mengajar anaknya. Tiga hari berlalu, si ayah tak pernah menjenguk anaknya sementara si ibu juga begitu namun setiap hari bertanya terhadap pembantu rumah. "Ita demam" jawab pembantunya ringkas. "Kasih minum obat penurun panas" jawab si ibu.
Sebelum si ibu masuk kamar tidur beliau menjenguk kamar pembantunya. Saat dilihat anaknya Ita dalam pelukan pembantu rumah, beliau menutup lagi pintu kamar pembantunya. Memasuki hari keempat, pembantu rumah menginformasikan tuannya bahwa suhu tubuh Ita terlalu panas. "Sore nanti kalian bawa ke klinik" kata majikannya itu. Sampai saatnya si anak yg telah lemah dibawa ke klinik. Dokter mengarahkan beliau dirujuk ke hospital alasannya adalah keadaannya serius. Setelah seminggu di rawat inap doktor memanggil bapak dan ibu anak itu.
"Tidak ada pilihan.." katanya yg merekomendasikan supaya kedua tangan anak itu diamputasi alasannya adalah gangren yang terjadi sudah terlalu parah.
"Tangannya telah bernanah, demi menyelamatkan nyawanya kedua tangannya perlu diiris dari siku ke bawah" kata doktor.
Si bapak dan ibu bagaikan terkena halilintar mendengar kata-kata itu. Terasa dunia berhenti berputar, tapi apa yang mampu dikatakan. Si ibu meraung merangkul si anak. Dengan berat hati dan lelehan air mata isterinya, si bapak terketar-ketar menandatangani surat persetujuan pembedahan.
Keluar dari bilik pembedahan, selepas obat bius yg disuntikkan habis, si anak menangis kesakitan. Dia juga heran melihat kedua tangannya berbalut kasa putih. Ditatapnya muka ayah dan ibunya. Kemudian ke tampang pembantu rumah. Dia mengerutkan dahi melihat mereka seluruh menangis. Dalam siksaan menahan sakit, si anak bersuara dalam linangan air mata.
"Papa.. Mama Ita tak akan melakukannya lagi. Ita tak ingin dipukul papa. Ita tak ingin jahat. Ita sayang papa.. sayang mama" katanya beberapa kali berbagi si ibu gagal menahan rasa sedihnya.
"Ita juga sayang Kak Narti" katanya memandang tampang pembantu rumah, sekaligus mengembangkan gadis itu meraung histeris.
"Papa.. kembalikan tangan Ita. Untuk apa diambil.. Ita kesepakatan nggak mulai mengulanginya lagi! Bagaimana caranya Ita mau makan nanti? Bagaimana Ita mau bermain nanti? Ita akad tdk mulai mencoret-coret kendaraan beroda empat lagi." katanya berulang-ulang.
Serasa copot jantung si ibu mendengar kata-kata anaknya. Meraung-raung ia sekuat hati tapi takdir yg telah terjadi, tiada manusia bisa menahannya. Sampai disitu, dua hari Ita meninggal, karna pendarahan didalam tubuh yg telat buat dilakukan. Si Bapak dan Ibunya meraung ahli saat ditinggal satu2nya anak yg mereka milik.
Setelah kepergian Ita, si Bapak sering dihantui oleh Ita melalui mimpi, hampir setiap hari. Dan dimimpi itu Ita terus mengundang nama ayahnya "Papah...mana tangan Ita? Kembalikan tangan Ita?" Terus begitu dan seterusnya sehingga menciptakan si Bapak menjadi abnormal karna mengalami gangguan mental.
-SEKIAN-
Sebuah cerita untuk dijadikan pengalaman selaku pelajaran.
Sebagai orang renta kalian layak juga menghalangi tindakan pasangan untuk menghantam sang buah hati. Khususnya pada bawah umur yang masih kecil dan tak tahu apa-apa. Mengajar dengan cara menghantam bukanlah cara terbaik.
Begini cerita nyatanya:
Sepasang suami isteri mirip pasangan lain di kota-kota besar meninggalkan anak-anak bagi diasuh pembantu rumah ketika mereka bekerja. Anak tunggal pasangan ini, perempuan berusia tiga setengah tahun. Sendirian di rumah, dia kadang dibiarkan pembantunya yg sibuk bekerja.
Dia bermain diluar rumah. Dia bermain ayunan, berayun-ayun di atas ayunan yg dibeli papanya, ataupun memetik bunga matahari, bunga kertas dan lain-yg yang lain di halaman rumahnya.
Suatu hari beliau menyaksikan sebatang paku karat. Dia pun mencoret semen daerah kendaraan beroda empat ayahnya diparkirkan namun sebab lantainya terbuat dari marmer, coretan tidak terlihat. Dicobanya pada kendaraan beroda empat baru ayahnya. Ya alasannya adalah kendaraan beroda empat itu bewarna gelap, coretannya tampak terang. Apa lagi kanak-kanak ini pun menciptakan coretan sesuai dengan kreativitasnya.
Hari itu bapak dan ibunya mengendarai motor ke daerah kerja alasannya adalah jalan macet. Setelah sang anak mencoret penuh segi yang sebelah kanan beliau beralih ke sebelah kiri kendaraan beroda empat. Dibuatnya gambar ibu dan ayahnya, gambarnya sendiri, lukisan ayam, kucing dan yang yang lain sebagainya mengikuti imajinasinya. Kejadian itu berlangsung tanpa disadari si pembantu rumah.
Pulang petang itu, terkejutlah ayah ibunya menyaksikan mobil yang gres setahun dibeli dengan angsuran. Si bapak yg belum lagi masuk ke rumah ini pun terus menjerit, "Kerjaan siapa ini" Pembantu rumah yang tersentak dengan jeritan itu berlari keluar. Dia juga beristighfar. Mukanya merah padam ketakutan lebih-lebih melihat muka bengis tuannya.
Sekali lagi diajukan pertanyaan keras kepadanya, dia terus menyampaikan? "Tak tahu"!
"Kamu dirumah sepanjang hari, apa saja yg kau lakukan? bentak si isteri lagi. Si anak yang mendengar suara ayahnya, datang-tiba berlari keluar dari kamarnya. Dengan sarat manja ia berkata "Ita yg membuat itu papa" bagus kan! katanya sambil memeluk papanya ingin bermanja mirip biasa. Si ayah yang hilang kesabaran mengambil sebatang ranting kecil dari pohon bunga raya di depannya, terus dipukulkannya berkali-kali ke telapak tangan anaknya.
Si anak yang tidak mengerti apa-apa terlolong-lolong kesakitan sekaligus cemas. Puas menghantam telapak tangan, si ayah memukul pula belakang tangan anaknya. Si ibu cuma mendiamkan saja, seolah merestui dan merasa puas dengan eksekusi yang dikenakan. Pembantu rumah terbengong, tidak tahu mesti berbuat apa? Si bapak cukup keras memukul-mukul ajudan dan kemudian tangan kiri anaknya.
Setelah si bapak masuk ke tempat tinggal dituruti si ibu, pembantu rumah menggendong anak kecil itu, membawanya ke kamar. Dilihatnya telapak tangan dan belakang tangan si anak kecil luka-luka dan berdarah. Pembantu rumah memandikan anak kecil itu. Sambil menyiram air sambil ia ikut menangis. Anak kecil itu juga terjerit-jerit menahan kepedihan ketika luka-lukanya itu terkena air. Si pembantu rumah kemudian menidurkan anak kecil itu. Si bapak sengaja membiarkan anak itu tidur bareng pembantu rumah.
Keesokkan harinya, kedua belah tangan si anak bisul. Pembantu rumah mengadu. "Oleskan obat saja!" jawab tuannya, bapak si anak. Pulang dari kerja, beliau tidak mengamati anak kecil itu yg menghabiskan waktu di kamar pembantu. Si bapak konon mau mengajar anaknya. Tiga hari berlalu, si ayah tak pernah menjenguk anaknya sementara si ibu juga begitu namun setiap hari bertanya terhadap pembantu rumah. "Ita demam" jawab pembantunya ringkas. "Kasih minum obat penurun panas" jawab si ibu.
Sebelum si ibu masuk kamar tidur beliau menjenguk kamar pembantunya. Saat dilihat anaknya Ita dalam pelukan pembantu rumah, beliau menutup lagi pintu kamar pembantunya. Memasuki hari keempat, pembantu rumah menginformasikan tuannya bahwa suhu tubuh Ita terlalu panas. "Sore nanti kalian bawa ke klinik" kata majikannya itu. Sampai saatnya si anak yg telah lemah dibawa ke klinik. Dokter mengarahkan beliau dirujuk ke hospital alasannya adalah keadaannya serius. Setelah seminggu di rawat inap doktor memanggil bapak dan ibu anak itu.
"Tidak ada pilihan.." katanya yg merekomendasikan supaya kedua tangan anak itu diamputasi alasannya adalah gangren yang terjadi sudah terlalu parah.
"Tangannya telah bernanah, demi menyelamatkan nyawanya kedua tangannya perlu diiris dari siku ke bawah" kata doktor.
Si bapak dan ibu bagaikan terkena halilintar mendengar kata-kata itu. Terasa dunia berhenti berputar, tapi apa yang mampu dikatakan. Si ibu meraung merangkul si anak. Dengan berat hati dan lelehan air mata isterinya, si bapak terketar-ketar menandatangani surat persetujuan pembedahan.
Keluar dari bilik pembedahan, selepas obat bius yg disuntikkan habis, si anak menangis kesakitan. Dia juga heran melihat kedua tangannya berbalut kasa putih. Ditatapnya muka ayah dan ibunya. Kemudian ke tampang pembantu rumah. Dia mengerutkan dahi melihat mereka seluruh menangis. Dalam siksaan menahan sakit, si anak bersuara dalam linangan air mata.
"Papa.. Mama Ita tak akan melakukannya lagi. Ita tak ingin dipukul papa. Ita tak ingin jahat. Ita sayang papa.. sayang mama" katanya beberapa kali berbagi si ibu gagal menahan rasa sedihnya.
"Ita juga sayang Kak Narti" katanya memandang tampang pembantu rumah, sekaligus mengembangkan gadis itu meraung histeris.
"Papa.. kembalikan tangan Ita. Untuk apa diambil.. Ita kesepakatan nggak mulai mengulanginya lagi! Bagaimana caranya Ita mau makan nanti? Bagaimana Ita mau bermain nanti? Ita akad tdk mulai mencoret-coret kendaraan beroda empat lagi." katanya berulang-ulang.
Serasa copot jantung si ibu mendengar kata-kata anaknya. Meraung-raung ia sekuat hati tapi takdir yg telah terjadi, tiada manusia bisa menahannya. Sampai disitu, dua hari Ita meninggal, karna pendarahan didalam tubuh yg telat buat dilakukan. Si Bapak dan Ibunya meraung ahli saat ditinggal satu2nya anak yg mereka milik.
Setelah kepergian Ita, si Bapak sering dihantui oleh Ita melalui mimpi, hampir setiap hari. Dan dimimpi itu Ita terus mengundang nama ayahnya "Papah...mana tangan Ita? Kembalikan tangan Ita?" Terus begitu dan seterusnya sehingga menciptakan si Bapak menjadi abnormal karna mengalami gangguan mental.
-SEKIAN-
Posting Komentar