Author: Aslan Yakuza
Rumah tua yg terletak di sudut kota itu telah usang tidak lagi dihuni pemiliknya. Rumah kayu yang tak terlampau besar itu kabarnya berhantu, membuat siapa saja yang tinggal di rumah itu tidak mulai betah.
Poly beredar cerita mengenai keangkeran rumah tersebut. Kerap kali orang yg melintasi rumah akan diganggu oleh roh halus yg menunggu rumah tersebut. Tak sedikit pengesahan orang pernah menyaksikan sosok perempuan dan beberapa anak kecil di ambang pintu rumah itu. Keterangan mereka, muka dari sosok yang mereka lihat hancur, dan berdarah-darah.
Berbagai dongeng tersebut menarik minat kita buat pertanda kebenaran yang ada pada rumah renta itu. Di awali dari Senin pagi, aku dan rekanku mendatangi lokasi rumah itu bangun. Kesan pertama yg kalian rasa setiba di sana merupakan; kengerian. Rumput liar tumbuh lebat di sekitar rumah tersebut, bahkan ada yg menjalar naik ke jendela lantai dua. Cat rumah itu sudah benar-benar pudar, beberapa beling jendela juga sudah pecah, bahkan dua papan lantai depan ada yang patah.
Kami kian percaya mulai adanya kehidupan yang lain di rumah itu. Aura mistis semakin terasa dikala kita membuka paksa pintu rumah. Tak ada barang-barang berguna di sana, adanya cuma dua dingklik, meja, dan almari yang mulai keropos dimakan usia.
Kami akan menyisir seisi rumah, melihat beberapa kamar yang ada di sana. Nampak dipan kayu berdebu jadi penunggu setiap kamar di rumah itu. Aku dan rekanku akhirnya setuju untuk melaksanakan investigasi di rumah itu.
Kami akan memasang kamera di beberapa sudut rumah tersebut, setelah membersihkan kamar masing-masing yang akan kami tumpangi sementara. Perlenhkapan yg kami siapkan baru terselesaikan ketika malam datang. Kami beristirahat di masing-masing kamar sambil mengawasi situasi rumah itu dari monitor yg terhubung ke segala kamera yang terpasang.
12.45, tidak ada apa-apa yang tertangkap kamera. Mungkin karena lelah, aku malah tertidur di malam pertama.
Esok harinya, aku memutar ulang rekaman semalam. Tidak satupun kecacatan yg tertangkap kamera, temanku yg berjaga hingga fajar datang juga berkata tidak mendengar terlebih menyaksikan apa-apa. Namun, kita tidak menyerah. Kami terus melanjutkan pemeriksaan di rumah itu.
Pada malam kedua, kita juga tak menerima hasil yg membuat puas. Hanya dua bunyi-bunyi ajaib yang tertangkap mikrofon kita.
Di Rabu malam, kami sedikit medapat bukti bahwa rumah itu memang berhantu. Setelah kamera kita menangkap beberapa kelebat bayangan putih dan hitam di ruang tengah dan belakang. Namun, hanya kelebat bayangan--bukan penampakan seperti yang diceritakan orang-orang.
Akan namun, pada Kamis malam barulah kalian menerima bukti akurat. Sosok yg diceritakan banyak orang menampakkan dirinya di ruang tengah. Aku eksklusif mengontek rekanku yg berada di kamar sebelah.
"Joe ... apa kau melihatnya?" Dengan nada bergetar aku menanyakan itu pada rekanku.
"Ya. Mereka benar-benar ada."
"Apa saya keluar saja buat menemui mereka?"
"Jangan Mira ...!"
"Kenapa?"
"Aku takut terjadi apa-apa. Sebaiknya kita di sini saja. Rekaman ini cukup memberi bukti bahwa mereka memang ada."
Aku tidak menjawab apa-apa.
Tiba-datang, layar monitorku berganti, sehabis padam tak terlalu lama. Apa yg terekam berikutnya ...?
Sebuah insiden yang tidak pernah kita sangka.
Sebuah insiden yang tidak pernah kita sangka.
"Joe ... apa monitormu juga berganti?"
"Ya!" terdengar getaran bunyi Joe dari ponselku yang menghubungkan kita.
Mataku tak lepas melihat apa yang terekam di layar monitor. Di sana memerlihatkan seseorang yang datang tengah malam dengan membawa sebilah parang. Aku termenung dalam kondisi tegang.
Orang itu mengetuk pintu rumah berulang kali, sebelum seorang perempuan yang terbalut gaun tidur itu membuka pintu. Ketika pintu dibuka, orang yang menutupi mulutnya memakai masker itu eksklusif membacok paras perempuan tersebut secara membabi buta. Aku tersentak melihatnya, ditambah jeritan sang perempuan itu yang terdengar amat pilu.
Nir usang sehabis itu, kedua anak kecil berlari ke arah tempat di mana si wanit a terbaring dengan paras be darah-darah. Kedua bocah itu eksklusif histeris melihat wanita tersebut. Dugaanku, perempuan tersebut adalah ibu dari mereka.
Tiba-tiba, detak jantungku kian cepat melihat orang itu menyerang kedua bocah kecil itu. Secara keji beliau membacok tampang mereka satu per sesuatu hingga keduanya jatuh dan tewas dengan muka hancur bareng ibu mereka yg telah mati lebih dulu.
Aku tak tahu mesti berkata apa ketika itu. Bibirku keluh. Aku terbelenggu.
Monitorku datang-tiba padam, dahulu menyala lagi dan menunjukkan suatu pertengkaran--pertikaian antara suami-istri yang entah tengah meributkan apa, saya tak bisa mengetahui detilnya, alasannya monitorku tidak menangkap suara apa-apa. Dari gambarannya, mereka tengah berselisih andal akibat sebuah urusan atau selisih paham. Itu hanya perkiraanku saja. Di selesai rekaman, nampak perempuan tersebut menunjuk-nunjuk si lelaki, tampaknya ia mengusir pria itu supaya secepatnya angkat kaki.
Laki-laki itupun pergi, diiringi tangis kedua bocah yg awalnya hanya diam menyaksikan gelagat laki-laki dan wanita itu. Lagi-lagi monitorku mati, dan kali ini tak inginmenyala meski sudah diotak-atik. Tiba-datang bulu kudukku bangkit, aku merasa ada yang bangkit di sebelah. Sahih saja! Sosok perempuan dan dua bocah menampakkan wujud mereka di depan mata. Memang benar mirip diceritakan orang-orang. Paras mereka hancur dan berdarah-darah. Impulsif saja aku ke luar kamar tersebut dan teryata, Joe juga megalami nasib sama, sosok itu juga timbul di kamarnya.
"Kita pergi saja! Sepertinya mereka tak suka akan keberadaan kita," dengan napas tersenggal Joe menawan tanganku, biar segera meninggalkan rumah itu.
***
'Gobin Alfirando', nama itu saya tulis di mesin pencarian Internet. Nama itu aku bisa tepat di atas pintu rumah berhantu yang kita kunjungi sementara waktu kemudian. Setelah membuka dua laman, aku dikejutkan dengan kebenaran wacana kejadian pada 1985. Di laman itu menuliskan bahwa, keluarga Gobin dibunuh secara keji, ketika Gobin bekerja ke luar kota. Kedua anak dan istrinya dinyatakan tewas menyedihkan. Paras mereka hancur setelah mendapat hantaman benda tajam.
Akan namun, polisi tak dapat mengungkap pelaku pembunuhan itu. Ad interim Gobin tidak pernah mendesak pihak kepolisian buat mengungkap tuntas terkait perkara yg menimpa keluarganya itu, dan Gobin juga menentukan buat tidak tinggal lagi di sana, begitulah yang tertulis pada laman tersebut yang menampilkan foto keluarga Gobin yang serupa persis mirip yang terpajang di ruang tengah rumah berhantu yg kita datangi pekan kemudian.
Aku mulai mendapat kebenaran, bahwa ajal yang tak wajar itulah yang membuat rumah tersebut berhantu, dan arwah-arwah itu bergentayang sebab pembunuh mereka tak terungkap. Sampai ketika ini, persoalan pembunuhan keluarga Gobin belum terungkap. Ad interim Gobin, telah tutup usia pada tahun 1987.
Nir ada yg bisa kuperbuat setelah mengenali kebenaran akan rumah tersebut. Hanya rumah berhantu itulah yang tahu semuanya. Karena rumah itulah saksi bisu misteri pembunuhan keluarga Gobin.
Selesai.
Posting Komentar