Kiriman Member : Aditya Vallanz
CSH - Cerita ini terjadi sekitar tahun 2007 dimana waktu itu aku mendapat penunjukkandi kawasan Papua tepatnya di kota Jayapura. Saya menempati suatu rumah dinas peninggalan Belanda yg ukurannya lumayan luas dan jarak antara rumah satu dengan yang lainnya tak mengecewakan jauh.
CSH - Cerita ini terjadi sekitar tahun 2007 dimana waktu itu aku mendapat penunjukkandi kawasan Papua tepatnya di kota Jayapura. Saya menempati suatu rumah dinas peninggalan Belanda yg ukurannya lumayan luas dan jarak antara rumah satu dengan yang lainnya tak mengecewakan jauh.
Pemandangan kebawah buat melihat pantai sungguh elok sebab kebetulan rumah tersebut terletak di ketinggian sehingga memungkinkan melihat kota Jayapura secara utuh dengan pantainya yang menghampar biru. Kesan pertama aku sangat bahagia alasannya adalah menempati rumah yg view nya amazing.
Pada malam pertama aku menempati rumah tersebut sudah ada perasaan abnormal didalam hati karena selain jarak rumah agak jauh, suasana di kompleks tersebut sungguh sepi, cuma bunyi lolongan anjing saja yg terdengar, ketika ada bunyi Adzan jadi terkesan sahut-sahutan dengan bunyi adzan.
Sekitar beberapa puluh meter dari rumah yang aku tempati terdapat rumah dinas kosong yg bentuknya persis seperti rumah aku dan kondisinya tak terawat. Dibelakang rumah tersebut ada pohon belimbing yang lumayan tinggi dan bawahnya rimbun dengan semak belukar. Setelah sholat isya aku coba untuk merebahkan diri karena tadi pagi gres tiba dengan menggunakan pesawat, jadi tubuh rasanya pegal-pegal belum istirahat.
Pada malam pertama aku menempati rumah tersebut sudah ada perasaan abnormal didalam hati karena selain jarak rumah agak jauh, suasana di kompleks tersebut sungguh sepi, cuma bunyi lolongan anjing saja yg terdengar, ketika ada bunyi Adzan jadi terkesan sahut-sahutan dengan bunyi adzan.
Sekitar beberapa puluh meter dari rumah yang aku tempati terdapat rumah dinas kosong yg bentuknya persis seperti rumah aku dan kondisinya tak terawat. Dibelakang rumah tersebut ada pohon belimbing yang lumayan tinggi dan bawahnya rimbun dengan semak belukar. Setelah sholat isya aku coba untuk merebahkan diri karena tadi pagi gres tiba dengan menggunakan pesawat, jadi tubuh rasanya pegal-pegal belum istirahat.
Akhirnya aku terlelap dan tiba-datang terbangun karena mendengar suara suitan panjang dari sebelah rumah kosong yang ada pohon Belimbingnya. Kemudian setelah beberapa menit suitan tersebut terdengar lagi. Saya ingin tau siapa malam-malam begini suit-suit kok ya ga ada kerjaan.
Dengan menjinjing senter saya bergegas keluar rumah buat menyaksikan siapa yang melaksanakan hal tersebut. Karena hadirnya bunyi dari rumah sebelah yang jaraknya sekitar 20 meter, maka pribadi saya arahkan senternya kebawah pohon Belimbing buat mencari sumber suara tersebut. Betapa terkejutnya aku melihat yg terjadi... ternyata suara suitan tersebut bersumber dari seorang wanita berbaju putih dibawah pohon Belimbing melakukan melihat ke arah pantai.
Begitu cahaya senter mengenai dirinya, beliau langung mengarahkan mukanya ke arah saya, dengan senyum sinis ia menatap agak lama ke saya. Wajahnya pucat pasi dengan rambut tergerai panjang dan bentuk paras serta pakaian mirip Noni-noni Belanda dengan membawa payung. Yang menciptakan aku ngeri yaitu matanya cekung dengan mata hitam tanpa ada putihnya.
Saya mirip jenazah hidup cuma bisa melotot tanpa mampu melakukan apapun serasa tubuh kaku dan terkunci. Saya mencoba menyebut Ashma Allah namun sepertinya sulit sekali tak selancar dikala wirid selesai sholat, namun alhamdulillah kesannya keluar juga suara dari tenggorokan saya dengan kalimat Allahuakbar, dulu Noni Belanda tersebut mirip hilang tertiup angin Wusss...
Dengan menjinjing senter saya bergegas keluar rumah buat menyaksikan siapa yang melaksanakan hal tersebut. Karena hadirnya bunyi dari rumah sebelah yang jaraknya sekitar 20 meter, maka pribadi saya arahkan senternya kebawah pohon Belimbing buat mencari sumber suara tersebut. Betapa terkejutnya aku melihat yg terjadi... ternyata suara suitan tersebut bersumber dari seorang wanita berbaju putih dibawah pohon Belimbing melakukan melihat ke arah pantai.
Begitu cahaya senter mengenai dirinya, beliau langung mengarahkan mukanya ke arah saya, dengan senyum sinis ia menatap agak lama ke saya. Wajahnya pucat pasi dengan rambut tergerai panjang dan bentuk paras serta pakaian mirip Noni-noni Belanda dengan membawa payung. Yang menciptakan aku ngeri yaitu matanya cekung dengan mata hitam tanpa ada putihnya.
Saya mirip jenazah hidup cuma bisa melotot tanpa mampu melakukan apapun serasa tubuh kaku dan terkunci. Saya mencoba menyebut Ashma Allah namun sepertinya sulit sekali tak selancar dikala wirid selesai sholat, namun alhamdulillah kesannya keluar juga suara dari tenggorokan saya dengan kalimat Allahuakbar, dulu Noni Belanda tersebut mirip hilang tertiup angin Wusss...
lenyap begitu saja. Dengan gemetar aku menjajal masuk kedalam rumah, ada rasa takut campur bingung dengan peristiwa tadi, terasa tidak yakin dengan apa yang saya lihat hiii... ngeriii... sampe sekarangpun masih merinding bila mengingatnya.
Alhamdulillah kini telah 4 tahun bertugas di Jayapura dan peristiwa tersebut tidak pernah terulang. Saya ceritakan kejadian ini ke rekan-rekan lainnya, memang kata mereka perumahan tersebut angker dan kurang terawat namun sekarang rumah kosong tersebut sudah ditempati oleh senior saya dan keluarganya. Saya tidak pernah menceritakan peristiwa tersebut kepada senior aku, takut nanti senior saya tersebut stress berat dan tidak berani menempati rumah tersebut.
Alhamdulillah kini telah 4 tahun bertugas di Jayapura dan peristiwa tersebut tidak pernah terulang. Saya ceritakan kejadian ini ke rekan-rekan lainnya, memang kata mereka perumahan tersebut angker dan kurang terawat namun sekarang rumah kosong tersebut sudah ditempati oleh senior saya dan keluarganya. Saya tidak pernah menceritakan peristiwa tersebut kepada senior aku, takut nanti senior saya tersebut stress berat dan tidak berani menempati rumah tersebut.
Posting Komentar