Kiriman member : AmrantasiAglies
Kisah ini diceritakan oleh seorang ustadz yg bertugas memandikan mayit orang Islam di suatu Rumah Sakit. Semoga mampu kalian ambil iktibar dan tauladan. Lebih kurang jam 3.30 pagi, aku mendapatkan panggilan dari rumah sakit buat mengurus jenazah lelaki yg telah sepekan tidak dimandikan.
Di luar kamar jenazah itu cukup hambar dan gelap serta sunyi dan hening. Hanya saya dan seorang penjaga ruangan tersebut yg berada dalam kamar mayit tersebut Saya membuka dengan hati-hati epilog muka mayat. Kulitnya putih, badannya kecil dan berusia sekitar 20thn-an. Allah Maha Berkuasa.
Tiba-tiba aku lihat tampang jenazah itu sedikit demi sedikit menjelma hitam. Mulanya aku tidak menilai dia satu yg abnormal, namun semakin lama berubah makin hitam, hati aku mula mengajukan pertanyaan-tanya.
Saya selalu memandang pergeseran itu dengan seksama, sambil di hati tak berhenti-henti membaca ayat-ayat suci Al-Alquran. Detik demi detik berlalu, muka mayit makin hitam. Selepas lima menit berlalu, barulah ia berhenti bertukar warna, wajah mayat tersebut tak lagi putih mirip warna asalnya, namun hitam mirip terbakar.
Saya keluar dari kamar jenazah tersebut dan duduk termangu menimbang-nimbang kejadian abnormal tadi. Berbagai pertanyaan timbul di kepala aku; apakah yg bahu-membahu sudah terjadi? Siapakah cowok itu? Mengapa parasnya bermetamorfosis warna hitam? Persoalan demi persoalan timbul di anggapan saya.
Ketika saya termenung tiba-tiba aku melihat ada seorang wanita berlangsung menuju ke arah aku. Satu lagi pertanyaan timbul, siapa pula wanita ini yg berlangsung seorang diri di kamar mayit pada pukul 4.00 pagi. Semakin lama ia semakin akrab dan tidak usang dahulu bangkit di hadapan aku.
Dia berusia 60thn-an dan memakai baju kurung.” Ustadz,” kata perempuan itu. “Saya dengar anak aku meninggal dunia dan telah seminggu mayatnya tidak diurus. Jadi saya mau menyaksikan jenazahnya.” kata wanita bertutur dengan lembut. Walaupun hati saya ada sedikit tanda tanya, tapi saya menjinjing juga perempuan itu ke daerah mayit tersebut.
Saya tarik laci nomor 313 dan membuka kain epilog wajahnya. “Betulkah ini mayit anak Bunda?”tanya aku. “Bunda rasa betul… namun kulitnya putih.” “Bunda lihatlah betul-betul.” kata saya. Setelah ditelitinya mayat tersebut, wanita itu begitu yakin bahwa jenazah itu merupakan anaknya.
Saya tutup kembali kain penutup mayat dan mendorong kembali lacinya ke dalam dan membawa perempuan itu keluar dari kamar mayat. Tiba di luar saya bertanya kepadanya.
“Bunda, ceritakanlah kepada aku apa bahu-membahu yang terjadi hingga paras anak bunda berkembang menjadi hitam?” tanya saya. Wanita itu tidak maumenjawab sebaliknya menangis terisak-isak. Saya ulangi pertanyaan tapi dia masih enggan menjawab. Dia seperti menyembunyikan satu.”Baiklah, kalau bunda tidak mau memberi tahu, saya tak inginmengurus mayit anak Bunda ini. ” kata aku bagi menggertaknya.
Dgn nada gertakan demikian, barulah wanita itu membuka mulutnya. Sambil mengusap airmata, ia berkata, “Ustadz, anak saya ini memang baik, patuh dan taat kepada saya. Jika dibangunkan di waktu malam atau pagi biar utk satu pekerjaan, ia akan bangkit dan mengerjakannya tanpa membantah sepatahpun. Dia memang anak yg bagus.
Tapi…” tambah wanita itu lagi “seandainya Bunda kejutkan beliau bagi bangkit sembahyang, Subuh misalnya, beliau mengamuk marah-marah sama bunda. membangunkan dia, disuruh pergi ke kios, dalam hujan lebat pun ia akan pergi, tetapi kalau dibangungunkan supaya sembahyang, anak Bunda ini akan selalu murka marah. Itulah yg Bunda sesalkan.” kata wanita tersebut. Jawabannya itu mengagetkan saya. Teringat saya kepada Hadist Nabi bahwa barang siapa yg tidak sembahyang, maka mulai ditarik cahaya doktrin dari wajahnya.
Mungkin itulah yang berlaku. Wajah perjaka itu bukan saja ditarik cahaya keimanannya, malah diaibkan dengan warna yg hitam. Setelah menceritakan perangai anaknya, wanita tersebut meminta diri untuk pulang. Dia berlangsung dengan damai dan menghilang dikegelapan lorong rumah sakit.
Kemudian aku pun memandikan, mengapankan dan menyembahyangkan jenazah tersebut. Selesai urusan itu, saya pulang ke tempat tinggal lagi. Saya hrs balik secepatnya, kerana perlu bertugas keesokan harinya selaku imam disalah sesuatu Masjid. Selang dua tiga hari kemudian, entah kenapa hati aku begitu tergerak bagi menelepon saudara mayat pemuda tersebut.
Melalui nomor telpon yg diberikan oleh pihak Rumah Sakit, saya hubungi kerabat dari mayit yang agak jauh pertalian persaudaraannya. Setelah memperkenalkan diri, aku berkata, “Bapak, kenapa bapak membiarkan orang renta itu datang ke rumah sakit seorang diri di pagi-pagi hari. Rasanya lebih layak seandainya bapak dan keluarga bapak yg datang karena bapak tinggal tdk jauh dari kota ini.
” Pertanyaan saya itu mengakibatkan beliau terkejut, “Orang renta yang mana?” katanya. Saya ceritakan wacana perempuan tersebut, mengenai bentuk badannya, parasnya, cara bicaranya serta pakaiannya.
“Kalau perempuan itu yang ustadz maksud, wanita itu ialah Bundanya, tapi…. Bundanya sdah meninggal dunia lima tahun kemudian!” Saya terpaku, tak tau apa yang mulai dibilang lagi. Makara ‘apakah’ yang tiba menemui aku pagi itu? Hemm …Walau siapa saja perempuan itu dalam arti kata bahwasanya, saya percaya beliau ialah ‘SESUATU’ yang Allah turunkan bagi memberitahu kami apa yg bekerjsama telah terjadi sampai menyebabkan tampang mayit pemuda tersebut berganti jadi hitam.
Peristiwa tersebut telah terjadi lebih setahun kemudian, namun masih segar dalam ingatan aku. Ia mengingatkan saya kepada suatu Hadits Nabi, yang menyatakn bahwa bila seseorang itu meninggalkan sembahyang sesuatu waktu dengan sengaja, beliau akan ditempatkan di neraka selama 80,000 tahun. Bayangkanlah seksaan yang mau dilalui sebab sesuatu hari di alam baka sama dengan seribu tahun di dunia. Kalau 80,000 tahun? Semoga goresan pena ini mampu membuka pintu hati kami yg sudah lama terkunci.
Posting Komentar