.
Oleh: Aslan Mms
.
.
Sebuah rumah mega dengan halaman yg luas berada di sudut desa pinggir kota. Rumah yg bernuansa klasik itu, mempunyai lima anak tangga yang lebar dengan teras yg besar dan dihiasi pagar yang dibuat dari kayu yg sekarang sudah akan lapuk. Selain itu, dua bab kaca jendela pun telah pecah, diganti oleh sarang keuntungan-laba yg seolah sengaja menutupnya.
.
Sebelum menepi di rumah itu, para tamu apalagi dahulu mesti melalui gerbang besi yg sekarang sudah dijalari oleh rumput liar. Bebatuan yang dulunya selaku jalan menuju rumah itu sekarang sudah tertutupi rumput setinggi mata kaki, hanya dua saja yg masih mampu dilihat jelas.
.
Warga desa sekitaran rumah itu berada menyebutnya rumah setan. Sudah dari nenek-moyang mereka melarang anak-cucunya bermain terlebih hingga masuk ke dalam rumah itu. Oleh alasannya adalah itu, rumah tersebut tak pernah tersentuh dan menjadi sungguh tidak terawat. Tidak pernah ada yang tahu siapa pemilik rumah tersebut. Menurut kisah turun-temurun dari warga, 70 tahun lalu pernah ada yg tinggal di situ. Tapi, semuanya mati dibunuh.
.
Ada juga yg bercerita, dikala malam tiba di rumah itu kerap mengeluarkan suara teriakan dan tangisan, kemudian disusul dengan bunyi gaduh. Namun, tak ada warga yang berani merobohkan rumah itu. Warga beralasan, bila rumah itu di robohkan, hidup mereka tidak mulai dapat tenag, mereka mulai selalu dihantui oleh pemilik rumah itu yg dulu mati alasannya adalah dibunuh.
.
Sayangnya, info itu tak menciptakan ketiga sobat yang suka berpetualan ke tempat-daerah angker merasa gentar, apalagi hingga mengurungkan niat mereka mencaritahu kebenaran perihal rumah yang katanya berhantu itu.
.
Usai meminta izin kepada ketua RW, desa lokal. Jeje, Lian, dan Yayan, eksklusif bergerak menuju letak rumah berhantu itu.
.
Tidak perlu menghabiskan waktu dua jam, cuma sekitar 30 menitan mereka sudah hingga di depan gerbang rumah berskala besar itu.
.
Cahaya rembulan seolah sengaja memperlihatkan mereka penerangan. Pemandangan pertama yg mereka saksikan yaitu: asap cukup tebal yg menyelimut sekitaran rumah. Entah dari mana asap tersebut, yg terperinci Jeje mengambil kesimpulan; bisa saja asap tersebut akibat orang yg bakar sampah petang tadi.
.
Yayan menyalakan Handycam ketika Lian mendorong pagar besi yg dijalari rumput liar. Derit pagar itu seakan memberi sinyal jika rumah itu sungguh-sungguh seram.
.
Namun ketiga mahasiswa itu tidak memedulikan. Mereka selalu berlangsung sembari memerhati halaman yg dipenuhi ilalang serta pohon-pohon besar yg diprediksi telah berumur ratusan.
.
Jeje menyalakan senter dan dia arahkan ke atas pohon-pohon yang mempercantik halaman rumah tersebut. Ranting dan daun pohon di sana sungguh lebat, tapi tak terawat. Di sudut kiri rumah itu juga berada rumpun bambu yg sangat rindang. Semua itu mereka acuhkan karena rasa penasaran semakin mendominasi.
.
Langkah demi langkah menjinjing mereka hingga di depan pintu rumah. Pintu dengan dua daun yang terbuat dari kayu itu tampakmasih utuh meskipun warna catnya sudah didominasi oleh bubuk.
.
Mereka berniat masuk ke dalam rumah. Tapi datang-datang, angin berembus membawa daun-daun kering ke arah mereka.
.
"Apa ini menandakan?" Jeje merasa ragu masuk ke dalam rumah itu.
.
"Mungkin saja. Dari permulaan saya sudah merinding. Apa lebih baik kami batalkan saja masuk ke dalam rumah?!" Lian meninpali.
.
"Nir mitra! Itu hanya kebetulan saja. Lagipula seandainya benar di dalam sana ada hantunya, itu bagus, kan?" Yayan memberi pertimbangan berlawanan.
.
"Bagus apanya? Bisa-mampu saya kencing dicelana!" celah Lian, yg disambut gelak tawa Jeje dan Yayan.
.
"Sudah, jangan banyak argumentasi. Kita telah jauh-jauh tiba cuma buat merekam isi di dalam rumah ini. Mana mungkin kalian pulang tanpa menjinjing hasil apa-apa. Sia-sia, kan?"
.
Lian tidak mampu memberikan balasan. Yayan segera mendorong pintu rumah itu. Lagi-lagi derit bunyi engsel menciptakan bulu kuduk mereka bangun. Di dalam gelap sekali, namun berkat senter dan LED Handycam--mereka bisa melihat barang-barang yang terpajang di dalam rumah.
.
Mereka disambut panorama bangku kayu berdebu, lemari, lukisan, dan lampu minyak yg tergantung di beberapa tiang serta dinding.
.
Mereka terus menjelajah seisi rumah--merekam apa saja yg terpajang di rumah tersebut. Satu per satu kamar di situ mereka masuki. Tidak ada tanda-tanda ketaknormalan sejauh ini. Rumah itu seperti rumah tak berpenghuni yg lain.
.
Sempat merekam segala isi dalam rumah itu. Tiba-datang Handycam Yayan mati.
.
"Apa yg terjadi?!"
.
"Entahlah Je, datang-tiba mati. Mungkin batrenya drop kali."
.
"Nggak mungkin! Aku sudah charger tuh handycam sampai full," celah Lian, "aku yakin apa yang diceritakan warga itu benar. Buktinya saja, handycam itu bisa mati mendadak gitu," tanbahnya.
.
"Sebaiknya kita keluar aja dari sini!" Jeje mulai tak tahan berlama-lama di sana.
.
Namun datang-datang, sesosok wanita rambut panjang menggunakan gaun putih kusam menampakan diri di hadapan mereka. Ketiganya menjerit impulsif dan lari menuju pintu depan. Anehnya, pintu depan sudah terkatup dan tidak mampu dikunci.
.
"Kenapa bisa begini?!" Lian makin ketakutan.
.
"Mana kutahu!"
.
"Bukankah tadi kamu yang masuk belakangan!" Lian menyalahkan Yayan yang memang masuk belakangan.
.
Tiba-tiba Jeje histeris, kemudian jatuh pingsan. Jelas itu menciptakan Yayan dan Lian heran juga ketakutan.
.
Perlahan keduanya menoleh ke belakang, dan ...,
.
"Kyaaaaaa!!" mereka pun histeris, kemudian lari meninggalkan Jeje tergeletak sendiri.
.
Mereka terus lari tidak pasti arah. Tujuan mereka mencari jalan ke luar dari sana. Di dikala mirip itu, Yayan dan Lian masih sempat berdebat soal rumah itu.
.
"Apa kubilang?! Mana mungkin warga desa sini bohong perihal rumah ini," rutuk Lian.
.
"Bukankah hal seperti ini yg memang kalian cari?!"
.
"Memang! Tapi kali ini posisinya beda. Jeje telah pingsan di sana, dan handycam mati. Apa masih mampu merekam peristiwa di sini?"
.
Tiba-tina saja, mereka menginjak satu. Baunya wangi, membuat mual perut Lian dan Yayan.
.
"Astaga! Ini darah."
.
"Aku bilang juga apa!" Lian masih merutuk.
.
Tiba-tiba mereka mendengar bunyi tangisan dan orang minta di selamatkan. Tetapi mereka tidak acuh, mereka terus saja lari mencari jalan ke luar dari sana.
.
Secara mengejutkan, sosok wanita yg sudah menciptakan Jeje pingsan timbul dihadapan. Hal tersebut menciptakan keduanya jatuh pingsan.
.
***
.
Lian, Jeje, dan Yayan di dapatkan warga tergeletak di jalaman rumah bau tanah itu dalam keadaan tidak sadarkan diri. Mereka dibawa warga menuju puskesmas.
.
Setelah sadar, mereka menceritakan semua yang mereka alami. Warga di sana semakin yakin bahawa rumah itu memang berhantu dan larangan tersebut mulai terus berlaku hingga anak cucu dirinya nanti.
.
Sayangnya, hasil rekaman Yayan tidak ada sama sekali dalam handycamnya. Mereka gagal menguak apa yg mereka ketahui mengenai rumah itu. Mereka meninggalkan desa dengan tangan hampa.
.
.
.
Sekian.
Posting Komentar