Kiriman member : Icha Marisa
Setelah menabung sekian usang, seribu demi seribu rupiah, jadinya Mas Dito sukses berbelanja sebidang tanah di wilayah Berbah. Tidak terlalu luas, namun cukup lapang untuk membuat suatu rumah dan sekadar halaman.
Kemudian dengan cara tahap demi tahap pula, Mas Dito membeli material bahan bangunan untuk antisipasi mendirikan rumah. Ketika telah terkumpul mulailah pembangunan rumah dikerjakan.
Itu juga dengan cara tahap demi tahap. Butuh waktu lima tahun bagi mewujudkan rumahnya. Dan itu pun belum sepenuhnya final. Baru pada tahap yang berasal bisa ditempati.
Meskipun begitu, Mas Dito sekeluarga nampak bahagia mampu menempati rumah miliknya sendiri. Tidak ngontrak lagi. Walau sederhana namun rumah punya sendiri, bebas, mau apa saja, terserah. Mas Dito menempati kamar sendiri di bagian depan bersisian dengan ruang tamu. Sedang istri Mas Dito dan anak-anaknya di kamar yang yg yang lain.
Pada malam pertama menempati kamarnya itu, Mas Dito dalam keadaan antara tidur dan jaga, merasa didatangi oleh seseorang dengan tampilan seperti pejuang pada kurun perang kemerdekaan.
Rambutnya gondrong, pakaiannya lusuh, ada luka di dada kiri dengan darah meleleh membasahi bajunya. "Aku minta tolong, tempatkan aku di tempat yang patut," kata orang itu.
Malam selanjutnya, Mas Dito juga mengalami hal serupa. Antara tidur dan jaga, orang itu tiba lagi menemuinya. Minta tolong supaya ditempatkan di kawasan yg layak. Ketika gres dijumpai dua kali ia tidak begitu mengajukan pertanyaan-tanya.
Setelah dijumpai yang ketiga kalinya, dia kesudahannya bertanya terhadap tetangga kanan kiri. "Aku bantu-membantu dalam kondisi serba tak yummy. Ketika Mas Dito mau membeli tanah itu, seandainya saya mengatakannya, nanti dikira aku menghalang-halangi orang mau memasarkan tanah.
Aku pernah diberi tahu ayahku, di tanah persis kamar Mas Dito itu, lalu pernah dimakamkan seorang pejuang yang gugur saat melawan Belanda di kala perang kemerdekaan. Mungkin, kerangka itu minta dipindahkan ke makam yg patut. Jadi coba saja Mas, siapa tahu sesudah itu tidak ada lagi yang mengusik Mas Dito," kata tetangganya.
Mas Dito lalu minta tolong dua tetangga kanan kiri buat menggali lantai kamarnya. Betul, saat lantai kamar digali, terdapat tulang kerangka yg masih lengkap. Tulang lalu diangkat, orang-orang menyiapkan keranda, memberikan penghormatan kepada kerangka itu. Mas Dito juga mengadakan selamatan.
Saat kerangka diberangkatkan ke makam umum, juga dijalankan upacara sebagaimana upacara melepas mayat menuju makam. Kerangka itu dengan penghormatan patut kemudian dimakamkan di pemakaman biasa . Nir lupa Mas Dito juga menggelar program tahlilan mendoakan agar arwah sang pejuang memperoleh tempat yang pantas di segi-Nya.
Setelah seluruh upacara akhir, lantai kamar Mas Dito juga telah dibetulkan, Mas Dito kembali menempati kamarnya. Kembali dalam posisi antara tidur dan tersadar, Mas Dito didatangi si pejuang. Penampilannya masih sama persis mirip kemarin.
Bedanya wajahnya terlihat lebih cerah. "Terima kasih, aku sudah ditempatkan di tempat yang layak. Aku juga mengucapkan terima kasih sudah didoakan. Semoga apa yang telah kamu kerjakan kepada kerangkaku dapat dimasukkan ke dalam amalan yang bagus, dan mendapat pahala dari Yang Maha Kuasa," kata pejuang itu lagi.
Setelah itu, pada malam-malam selanjutnya, Mas Dito tak didatangi lagi oleh si pejuang itu.
Setelah menabung sekian usang, seribu demi seribu rupiah, jadinya Mas Dito sukses berbelanja sebidang tanah di wilayah Berbah. Tidak terlalu luas, namun cukup lapang untuk membuat suatu rumah dan sekadar halaman.
Kemudian dengan cara tahap demi tahap pula, Mas Dito membeli material bahan bangunan untuk antisipasi mendirikan rumah. Ketika telah terkumpul mulailah pembangunan rumah dikerjakan.
Itu juga dengan cara tahap demi tahap. Butuh waktu lima tahun bagi mewujudkan rumahnya. Dan itu pun belum sepenuhnya final. Baru pada tahap yang berasal bisa ditempati.
Meskipun begitu, Mas Dito sekeluarga nampak bahagia mampu menempati rumah miliknya sendiri. Tidak ngontrak lagi. Walau sederhana namun rumah punya sendiri, bebas, mau apa saja, terserah. Mas Dito menempati kamar sendiri di bagian depan bersisian dengan ruang tamu. Sedang istri Mas Dito dan anak-anaknya di kamar yang yg yang lain.
Pada malam pertama menempati kamarnya itu, Mas Dito dalam keadaan antara tidur dan jaga, merasa didatangi oleh seseorang dengan tampilan seperti pejuang pada kurun perang kemerdekaan.
Rambutnya gondrong, pakaiannya lusuh, ada luka di dada kiri dengan darah meleleh membasahi bajunya. "Aku minta tolong, tempatkan aku di tempat yang patut," kata orang itu.
Malam selanjutnya, Mas Dito juga mengalami hal serupa. Antara tidur dan jaga, orang itu tiba lagi menemuinya. Minta tolong supaya ditempatkan di kawasan yg layak. Ketika gres dijumpai dua kali ia tidak begitu mengajukan pertanyaan-tanya.
Setelah dijumpai yang ketiga kalinya, dia kesudahannya bertanya terhadap tetangga kanan kiri. "Aku bantu-membantu dalam kondisi serba tak yummy. Ketika Mas Dito mau membeli tanah itu, seandainya saya mengatakannya, nanti dikira aku menghalang-halangi orang mau memasarkan tanah.
Aku pernah diberi tahu ayahku, di tanah persis kamar Mas Dito itu, lalu pernah dimakamkan seorang pejuang yang gugur saat melawan Belanda di kala perang kemerdekaan. Mungkin, kerangka itu minta dipindahkan ke makam yg patut. Jadi coba saja Mas, siapa tahu sesudah itu tidak ada lagi yang mengusik Mas Dito," kata tetangganya.
Mas Dito lalu minta tolong dua tetangga kanan kiri buat menggali lantai kamarnya. Betul, saat lantai kamar digali, terdapat tulang kerangka yg masih lengkap. Tulang lalu diangkat, orang-orang menyiapkan keranda, memberikan penghormatan kepada kerangka itu. Mas Dito juga mengadakan selamatan.
Saat kerangka diberangkatkan ke makam umum, juga dijalankan upacara sebagaimana upacara melepas mayat menuju makam. Kerangka itu dengan penghormatan patut kemudian dimakamkan di pemakaman biasa . Nir lupa Mas Dito juga menggelar program tahlilan mendoakan agar arwah sang pejuang memperoleh tempat yang pantas di segi-Nya.
Setelah seluruh upacara akhir, lantai kamar Mas Dito juga telah dibetulkan, Mas Dito kembali menempati kamarnya. Kembali dalam posisi antara tidur dan tersadar, Mas Dito didatangi si pejuang. Penampilannya masih sama persis mirip kemarin.
Bedanya wajahnya terlihat lebih cerah. "Terima kasih, aku sudah ditempatkan di tempat yang layak. Aku juga mengucapkan terima kasih sudah didoakan. Semoga apa yang telah kamu kerjakan kepada kerangkaku dapat dimasukkan ke dalam amalan yang bagus, dan mendapat pahala dari Yang Maha Kuasa," kata pejuang itu lagi.
Setelah itu, pada malam-malam selanjutnya, Mas Dito tak didatangi lagi oleh si pejuang itu.
Posting Komentar