Cerpen Rahasia
Kiriman Member : Rizky Fallen
CSH - Bus ini memang cukup populer di golongan masyarakat Jawa Timur dan Jawa Tengah bagian Timur. Armada bus ini populer alasannya kebiasaan ugal-ugalannya. Selain itu, angka kecelakaannya juga termasuk tinggi. Tak heran nama Sumber Kencono ini kadang dipelesetkan oleh penduduk menjadi “Sumber Bencono” alias “sumber tragedi”. Bahkan, suatu ketika bus ini pernah dibakar di Ngawi oleh massa sebab menabrak pengendara sepeda motor sampai tewas. Mungkin karena ingin mengganti image, nama armada ini risikonya diganti menjadi mirip itu (Sumber Selamat).
ini ada salah satu kisah nyata cerita mistis teman TS >boleh percaya boleh gak<
Dingin, aku merapatkan jaketku. Entah telah berapa batang rokok yg kuhabiskan menanti bis sialan ini. Kulihat jam di tanganku telah memperlihatkan pukul 12 malam. Mataku sampai bosan menyaksikan ke arah jembatan layang Janti. Sudah hampir dua jam aku menunggu di sini, bener-bener brengsek, tidak satupun bis yang mau berhenti. Mana sendirian pula, jadi agak-agak merinding, adonan antara takut ada preman kesasar sama aroma mistis malem Jumat Kliwon yg diketahui orang Jawa sebagai malam keramat.
Dari arah barat kulihat sepeda motor melambat, nampaknya beliau mau nunggu bis juga. Yang dibonceng seorang cowok gondrong dengan jaket bergambar lambang salah sesuatu sekolah tinggi tinggi di ringroad utara, dia turun sambil melepaskan helmnya.
"Ati-ati dab!" Si pengendara motor muter balik sambil melambaikan tangannya.
Lumayan, ada barengan di sini, sekurang-kurangnyakalo sampe ada yg hendak malak mampu kabur ke arah berbeda agar premannya galau mau ngejar yang mana.
Ndak usah ketawa, saya males berantem sama orang ndak mikir kurun depan macem preman jalanan, sedikit stress berat juga gara-gara lalu waktu ribut sama preman mereka seenaknya ngeluarin pisau. Lha siapapun yang kena kan niscaya bermasalah sama polisi, dia mungkin mikirnya masuk tahanan ndak duduk masalah, mampu makan gratis. Kalo saya? Bisa digebuki bapakku!
"Mau pulang ke mana Mas?" Sapaku coba beramah tamah.
Blah! Sombong sekali mas satu ini, berapa kali saya menyapa tak sekalipun ia menjawab, pura-pura gak denger, sok-sok sibuk ngliat arah datangnya bis di arah jembatan layang. Ini mungkin yg pernah dibilang Simbah di kampung, wong Jowo ilang Jowone, telah ndak tau tata krama.
Untunglah tidak berapa usang lalu bisnya tiba, Sumber Kencono, bis legendaris jurusan Jogja-Surabaya, dan kali ini bisnya mau berhenti. Si Mas gondrong naik duluan, eh lha kok saya gres naik satu kaki si bisnya udah jalan lagi, bener-bener gak sopan! Tapi mungkin memang telah jadi Norma, alasannya adalah agenda keberangkatan antar bis yang tidak jarang cuma selisih 5 menit menciptakan mereka ndak bisa berhenti lama-lama, kuatir mepet sama yg belakang.
Tumben gres sampe Janti saja bisnya telah sarat , ada satu dua dingklik yg kapasitasnya tiga orang gres ditempati beberapa orang tapi penumpang yang di situ gak ada yg memberikan daerah duduk padaku. Lebih tepatnya mereka gak bereaksi apapun ketika aku permisi mau duduk. Blah! Makin usang semakin keterlaluan orang-orang ini, terbiasa hidup sendiri-sendiri mungkin, telah hilang seluruh jenis ramah tamah yg konon lalu pernah jadi salah sesuatu ciri orang sini.
Untung ada tiga kursi kosong di kursi paling belakang, tidak perlu permisi, lega juga, bisa naikin kaki, mungkin sambil klebas-klebus ngrokok buat mengusir jenuh nanti. Peduli setan sama orang-orang bakal terusik atau tidak, wong mereka disapa gak menyahut, harusnya diusik juga gak protes! Sekarang yg penting merem lalu, kompensasi dari berdiri nyaris beberapa jam waktu nunggu bis tadi.
Bis sudah melaju hingga kawasan Kalasan, biasanya di sini kondektur telah narik bayaran dari segala penumpang, namun heran, kok dari tadi gak ada yg njawil padahal duit telah saya siapkan. Terserah lah, kalo nanti gak mbayar ya malah bersukur tho.
Tunggu dulu, sunyi waktu naik bis di malam hari sudah biasa, namun sepertinya yg sekarang ini terlalu sunyi. Mungkin ada sesuatu dua celoteh pelan terdengar, tetapi kenapa dari tadi ekspresi orang-orang ini terlalu datar? Lebih tepatnya gak ada verbal yg tergambar di muka. Bahkan orang di sebelahku pun mirip gak merasakan kehadiranku.
Aku jadi sedikit merinding, lalu mbakyuku pernah bilang, kalo malem jangan nunggu bis dari janti, lebih baik dari terminal saja sebab konon ada bis hantu yg suka ngambil penumpang di situ.
Bis hantu?
Iya, bis hantu. Selentingan kabar mengatakan bis ini mengalami kecelakaan parah dan segala penumpangnya tewas, waktu kami naik itu semua penumpangnya bermuka pucat dan tidak menghiraukan kehadiran kita. Konon kalo naik bis itu dari Jogja bisa hingga ke Surabaya dalam waktu gak hingga tiga jam, tetapi kalo lagi gak beruntung bisa juga gak hingga Surabaya, kalian malah dibawa ke alam antah-berantah. Lebih celaka lagi katanya bis hantu itu Sumber Kencono yang memang populer suka kebut-kebutan.
"Mas, Sampeyan mau turun mana?" Aku menjajal menyapa penumpang di sebelah, sekaligus mengusir rasa penasaran, era iya ada bis hantu.
Dia gak menjawab, lebih tepatnya bereaksi seperti siapa pun yg dari tadi kusapa, gak ada verbal. Ini mulai menyeramkan. Kucoba menepuk bahunya semoga dia merespon sapaanku. Sial! Tanganku menembus bahunya! Dia tidak konkret, beliau bukan insan!
"Pak! Kiri pak! Saya turun sini!" Teriakku cemas, namun mereka tetap cuek tanpa lisan.
Sialan! Mungkinkah saya akan terbawa ke alam gaib seperti yang orang-orang pernah ceritakan? Bulu kudukku merinding, badanku terasa masbodoh. Tapi percuma cemas kini, aku coba mengenang doa-doa yg diajarkan Simbah lalu, sial, lupa segala!
Hampir tanpa sadar, aku menjangkau sebatang rokok, kunyalakan perlahan dan kuhisap dalam-dalam buat menghalau tegang.
"Cak, kok bisnya bacin kemenyan?" Penumpang di sebelahku secara datang-tiba menutup hidung, menatap lurus seakan menembusku dan mengajukan pertanyaan pada kenek yang bangkit di pintu belakang.
"Gak papa Mas, sering memang suka tercium bau kemenyan. Katanya lalu di Janti situ pernah ada penumpang lagi nunggu bis meninggal ditusuk waktu ribut sama preman, kalo malem Jumat Kliwon kayak kini ini katanya dia suka ikut naik bis. Kasian, mungkin matinya gak tenang."
Aku terdiam, dan bis selalu melaju...
***SEKIAN***
CSH - Bus ini memang cukup populer di golongan masyarakat Jawa Timur dan Jawa Tengah bagian Timur. Armada bus ini populer alasannya kebiasaan ugal-ugalannya. Selain itu, angka kecelakaannya juga termasuk tinggi. Tak heran nama Sumber Kencono ini kadang dipelesetkan oleh penduduk menjadi “Sumber Bencono” alias “sumber tragedi”. Bahkan, suatu ketika bus ini pernah dibakar di Ngawi oleh massa sebab menabrak pengendara sepeda motor sampai tewas. Mungkin karena ingin mengganti image, nama armada ini risikonya diganti menjadi mirip itu (Sumber Selamat).
ini ada salah satu kisah nyata cerita mistis teman TS >boleh percaya boleh gak<
Dingin, aku merapatkan jaketku. Entah telah berapa batang rokok yg kuhabiskan menanti bis sialan ini. Kulihat jam di tanganku telah memperlihatkan pukul 12 malam. Mataku sampai bosan menyaksikan ke arah jembatan layang Janti. Sudah hampir dua jam aku menunggu di sini, bener-bener brengsek, tidak satupun bis yang mau berhenti. Mana sendirian pula, jadi agak-agak merinding, adonan antara takut ada preman kesasar sama aroma mistis malem Jumat Kliwon yg diketahui orang Jawa sebagai malam keramat.
Dari arah barat kulihat sepeda motor melambat, nampaknya beliau mau nunggu bis juga. Yang dibonceng seorang cowok gondrong dengan jaket bergambar lambang salah sesuatu sekolah tinggi tinggi di ringroad utara, dia turun sambil melepaskan helmnya.
"Ati-ati dab!" Si pengendara motor muter balik sambil melambaikan tangannya.
Lumayan, ada barengan di sini, sekurang-kurangnyakalo sampe ada yg hendak malak mampu kabur ke arah berbeda agar premannya galau mau ngejar yang mana.
Ndak usah ketawa, saya males berantem sama orang ndak mikir kurun depan macem preman jalanan, sedikit stress berat juga gara-gara lalu waktu ribut sama preman mereka seenaknya ngeluarin pisau. Lha siapapun yang kena kan niscaya bermasalah sama polisi, dia mungkin mikirnya masuk tahanan ndak duduk masalah, mampu makan gratis. Kalo saya? Bisa digebuki bapakku!
"Mau pulang ke mana Mas?" Sapaku coba beramah tamah.
Blah! Sombong sekali mas satu ini, berapa kali saya menyapa tak sekalipun ia menjawab, pura-pura gak denger, sok-sok sibuk ngliat arah datangnya bis di arah jembatan layang. Ini mungkin yg pernah dibilang Simbah di kampung, wong Jowo ilang Jowone, telah ndak tau tata krama.
Untunglah tidak berapa usang lalu bisnya tiba, Sumber Kencono, bis legendaris jurusan Jogja-Surabaya, dan kali ini bisnya mau berhenti. Si Mas gondrong naik duluan, eh lha kok saya gres naik satu kaki si bisnya udah jalan lagi, bener-bener gak sopan! Tapi mungkin memang telah jadi Norma, alasannya adalah agenda keberangkatan antar bis yang tidak jarang cuma selisih 5 menit menciptakan mereka ndak bisa berhenti lama-lama, kuatir mepet sama yg belakang.
Tumben gres sampe Janti saja bisnya telah sarat , ada satu dua dingklik yg kapasitasnya tiga orang gres ditempati beberapa orang tapi penumpang yang di situ gak ada yg memberikan daerah duduk padaku. Lebih tepatnya mereka gak bereaksi apapun ketika aku permisi mau duduk. Blah! Makin usang semakin keterlaluan orang-orang ini, terbiasa hidup sendiri-sendiri mungkin, telah hilang seluruh jenis ramah tamah yg konon lalu pernah jadi salah sesuatu ciri orang sini.
Untung ada tiga kursi kosong di kursi paling belakang, tidak perlu permisi, lega juga, bisa naikin kaki, mungkin sambil klebas-klebus ngrokok buat mengusir jenuh nanti. Peduli setan sama orang-orang bakal terusik atau tidak, wong mereka disapa gak menyahut, harusnya diusik juga gak protes! Sekarang yg penting merem lalu, kompensasi dari berdiri nyaris beberapa jam waktu nunggu bis tadi.
Bis sudah melaju hingga kawasan Kalasan, biasanya di sini kondektur telah narik bayaran dari segala penumpang, namun heran, kok dari tadi gak ada yg njawil padahal duit telah saya siapkan. Terserah lah, kalo nanti gak mbayar ya malah bersukur tho.
Tunggu dulu, sunyi waktu naik bis di malam hari sudah biasa, namun sepertinya yg sekarang ini terlalu sunyi. Mungkin ada sesuatu dua celoteh pelan terdengar, tetapi kenapa dari tadi ekspresi orang-orang ini terlalu datar? Lebih tepatnya gak ada verbal yg tergambar di muka. Bahkan orang di sebelahku pun mirip gak merasakan kehadiranku.
Aku jadi sedikit merinding, lalu mbakyuku pernah bilang, kalo malem jangan nunggu bis dari janti, lebih baik dari terminal saja sebab konon ada bis hantu yg suka ngambil penumpang di situ.
Bis hantu?
Iya, bis hantu. Selentingan kabar mengatakan bis ini mengalami kecelakaan parah dan segala penumpangnya tewas, waktu kami naik itu semua penumpangnya bermuka pucat dan tidak menghiraukan kehadiran kita. Konon kalo naik bis itu dari Jogja bisa hingga ke Surabaya dalam waktu gak hingga tiga jam, tetapi kalo lagi gak beruntung bisa juga gak hingga Surabaya, kalian malah dibawa ke alam antah-berantah. Lebih celaka lagi katanya bis hantu itu Sumber Kencono yang memang populer suka kebut-kebutan.
"Mas, Sampeyan mau turun mana?" Aku menjajal menyapa penumpang di sebelah, sekaligus mengusir rasa penasaran, era iya ada bis hantu.
Dia gak menjawab, lebih tepatnya bereaksi seperti siapa pun yg dari tadi kusapa, gak ada verbal. Ini mulai menyeramkan. Kucoba menepuk bahunya semoga dia merespon sapaanku. Sial! Tanganku menembus bahunya! Dia tidak konkret, beliau bukan insan!
"Pak! Kiri pak! Saya turun sini!" Teriakku cemas, namun mereka tetap cuek tanpa lisan.
Sialan! Mungkinkah saya akan terbawa ke alam gaib seperti yang orang-orang pernah ceritakan? Bulu kudukku merinding, badanku terasa masbodoh. Tapi percuma cemas kini, aku coba mengenang doa-doa yg diajarkan Simbah lalu, sial, lupa segala!
Hampir tanpa sadar, aku menjangkau sebatang rokok, kunyalakan perlahan dan kuhisap dalam-dalam buat menghalau tegang.
"Cak, kok bisnya bacin kemenyan?" Penumpang di sebelahku secara datang-tiba menutup hidung, menatap lurus seakan menembusku dan mengajukan pertanyaan pada kenek yang bangkit di pintu belakang.
"Gak papa Mas, sering memang suka tercium bau kemenyan. Katanya lalu di Janti situ pernah ada penumpang lagi nunggu bis meninggal ditusuk waktu ribut sama preman, kalo malem Jumat Kliwon kayak kini ini katanya dia suka ikut naik bis. Kasian, mungkin matinya gak tenang."
Aku terdiam, dan bis selalu melaju...
***SEKIAN***
Posting Komentar